<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d657226048044795654\x26blogName\x3dVIDIES\x27+DIARY\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://vidiesdiary.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://vidiesdiary.blogspot.com/\x26vt\x3d-67864553890658905', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


VIDIES DIARY : " Cerita Kita "

Photobucket"

★Kamis, 26 Agustus 2010★

Cerpen ini lagi-lagi terinspirasi dari Vidi Aldiano. Maaf ya kalau jelek. Let's read guys :)
Dan, cerpen ini cuma fiktif a.k.a bukan kisah nyata gue. And thanks to @diladils yg udah ngasih tau gue tempat nongkrong Vidi Aldiano.



Tweet Via



“Ayolah ma.. Boleh ya” Via merengek ke mamanya.

“Ngga, apa-apaan sih kamu. Kamu itu mau daftar SMA, jadi ngga boleh kemana-mana” mama Via setengah membentak.

“Cuma seminggu kok ma.. Boleh ya? Papa udah ngasi izin. Tinggal mama yang belum” bujuk Via lagi.

“Via, banyak yang mesti dipersiapin buat masuk SMA”

“Ma.. Via kan ga pernah pergi. Sekali-sekali donk ma, Via pergi tanpa mama. Via nih udah gede. Sebentar lagi mau SMA.. Lagian ada kak Biyan kok”

Mama Via diam sejenak “Nanti mama pikirin lagi” ucap mama Via sambil berlalu.

Via berdiri mematung tak mengerti, harapnya semoga mama mikirin keinginan Via barusan.

Via melangkahkan kakinya ke ruangan sebelah kamarnya. Ia mengetuk pintu kamar itu pelan-pelan. Dalam hitungan detik pintu kamar itu sudah terbuka lebar. Yang punya kamar tersenyum lebar di hadapan Via. Tanpa basa-basi Via langsung melangkah masuk dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur.

“Gimana Vi?” Tanya Biyan, sepupunya Via yang sudah seminggu menginap di rumah Via.

“Kata mama dipikirin lagi kak” Via menjawab dengan setengah hati.

“Kalau ngga jadi juga ngga apa-apa kok”

Mata Via membesar dan ia langsung bangun dari tempat tidur “Enak aja! Ini tuh emas kak. Kapan lagi coba”

Biyan tersenyum geli “kamu tuh ya, kayak mau mati besok aja”

“Jelas donk. Papa aja udah ngasi izin, masa mama belum. Mama ngga ada temen Vi, kalau kamu pergi. Kamu mau daftar SMA Vi, dan blablablabla” Via menirukan ucapan mama.

Biyan tertawa “kamu ini, ntar kualat loh”

“habisnya, mama ngga mau banget ngasih izin. Aku nih udah gede kak”

“Trus, kapan mama kamu mau ngasih jawaban?” Tanya Biyan sambil menyisir rambutnya.

“Ngga tau” Via menjawab tanpa semangat.

000

Via melonjak kegirangan pagi itu. Ia benar-benar ngga nyangka dengan pendengarannya. Pagi-pagi mama membangunkan Via dan mengizinkannya pergi ke Jakarta.

“Bangun Vi!” ucap mama pagi itu

Via tak bergeming, matanya masih tertutu rapat.

“Vi, bangun!” ucap mama lagi sambil menggoyangkan tubuh Via “kalau ngga bangun, mama siram nih”

Mata Via langsung terbuka lebar. Tapi kepalanya berdenyut-denyut karena bangun tiba-tiba. Via menguap, masih dalam posisi berbaring. “Kenapa sih ma? Ini tuh libur, Via pengen bangun jam sembilan bukan jam enam”

Mama tersenyum. “Kamu boleh ke Jakarta” ucap mamanya.

“Ah, pasti mimpi!” ucap Via dan bersiap memejamkan mata.

“Vi!” mama memegang bahu Via dan membantunya duduk. “Kamu apa-apaan sih? Kamu tuh ga mimpi”

Via terpaku “Memangnya mama bilang apa tadi?” Tanya Via sambil menatap wajah mamanya.

“Kamu boleh ke Jakarta!” mama mengeja ucapannya.

Mata Via membelalak “Beneran ma? Via ga mimpi kan? Ya Tuhan, kalau gue mimpi, please jangan bangun dulu. Bangunnya pas udah ngedate bareng Vidi Aldiano aja di Jakarta” Via mengadahkan tangannya.

Mama tersenyum “kamu ngga mimpi sayang” ucap mama sambil membelai rambut Via.

Via memeluk mamanya. “Makasih ma.. I love you

“Tapi kamu ke Jakarta cuma tiga hari” ucap mamanya.

“Yah..mama”

“Daripada ngga mama izinin”

“Mama curang ahh. Mama tuh baru aja buat Via melayang, trus mama jatuhin Via ke tanah dengan keras” Via cemberut dan membuang muka.. Lalu ia tersenyum “lima hari ya?” bujuk Via.

“Ngga!”

“Iya deh tiga hari” Via akhirnya mengalah.

Malam hari Via sudah packing barang-barangnya untuk ke Jakarta besok bersama Biyan. Biyan sebenarnya tinggal di Jakarta, tapi karena ada keperluan di Palembang, akhirnya Biyan nginap sementara di rumah Via. Kemarin Biyan mengajak Via liburan ke Jakarta selama menunggu pendaftaran SMA-nya. Via mau, mau banget malah. Siapa tau bisa ketemu Vidi Aldiano, fikirnya saat itu. Oleh karena itu Via begitu gencar membujuk mamanya. Dan hasilnya, mama mengizinkan Via ke Jakarta bersama Biyan.

Via memeluk kaos berwarna biru dengan tulisan Vidies di bagian dada dan belakangnya. Aku harus bawa baju ini, gumamnya. Besok ia berangkat pagi-pagi dengan pesawat pertama. Jakarta, Vidi Aldiano I’m coming, ucap Via dalam hati.

000

Kurang dari dua jam setelah berangkat dengan pesawat pertama dari Palembang tadi Via dan Biyan sudah mendarat di Jakarta.

“Oh my God!! Ini Jakarta” Via setengah teriak

Biyan tersenyum, ia sangat memahami Via, sejak ngefans dengan Vidi Aldiano, obsesi Via Cuma satu, yaitu keJakarta. Biyan ingat betul, hampir tiap hari Via meneleponnya dan mengatakan keinginannya ke Jakarta.

“Kata mama, ke Jakarta kalau Via dan papa libur kak.Tapi pas Via libur, papa ngga libur dan gitu juga sebaliknya. Trus mama juga bilang pas kakak wisuda kita ke Jakarta, nah pas kakak wisuda, Via lagi ujian. Trus kata mama lagi pas kakak nikah aja. Ayo dong kak buruan nikah. Biar Via bisa ke Jakarta” begitu keluhan Via kepada Biyan.

Via masih sibuk memandangi jalan-jalan di kota Jakarta dari balik kaca mobil.

“Kak, kalau udah nyampe kita langsung jalan-jalan ya” ucap Via bersemangat.

“Kakak capek Vi, kemaren-kemaren kakak ga istirahat total”

“Yahh kakak. Trus kapan donk?”

“Kan kamu tiga hari disini”

Via tersenyum. “Iya deh” ucapnya.

Hari ke dua Via di Jakarta. Ia sudah berkeliling kota Jakarta, mulai dari Monas, Dufan, dan tempat-tempat hiburan lainnya.

“Kak, lusa Via pulang loh. Ayo dong kak kita ke se..se..”

“Senayan City” potong Biyan

“Bukan kak. Bahasa gaulnya itu loh. Apa sih, Via lupa”

“Ooohh SenCy”

“Nah betul!!” ucap Via sambil tersenyum puas “besok kita kesana ya kak. Siapa tau ketemu kak Vidi Aldiano. Itukan tempat tongkrongannya kak Vidi bareng teman-temannya”

Biyan tertawa “kamu tau darimana sih?”

“Tau dong kak. Kan Via nih Vidies sejati” ucap Via sambil tersenyum bangga.

“Iya besok kita kesana” jawab Biyan.


***


Jam lima sore, Via sudah rapih. Hari ini ia mau ke SenCy bersama Biyan. Via terlihat semangat sekali.

“Semangat banget kamu Vi. Gimana kalau ngga ketemu Vidi?” goda Biyan

“Ah kakak jangan gitu dong. Tadi biyan baca di twitternya kak Vidi kalau hari ini kak Vidi ngga nyanyi. Pasti kak Vidi lagi jalan bareng temen-temennya”

“Semoga deh kamu beneran ketemu dia”

Via melirik jam di tangannya. Jam setengah sepuluh, ucapnya dalam hati. Kakinya sudah lelah mengelilingi mall besar itu. Untung saja ia dapet banyak belanjaan. Jadi walaupun ngga ketemu Vidi Aldiano ia ngga begitu kecewa, karena banyak bawa oleh-oleh dari Jakarta. Via menguap. Jam segini ia memang sudah tidur. Mama ngga pernah ngizinin ia keluar malam kecuali bareng keluarga. Semangat Via sore tadi kini menguap entah kemana.

“Vi, tunggu disini ya. Jangan kemana-mana, ntar nyasar loh. Kakak kan yang diomelin mama sama mama kamu” ucap Biyan mewanti-wanti

“Iya kak. Via tunggu disini sekarang”

Biyan berlalu meninggalkan Via. Sementara itu, Via melihat dan sesekali berkeliling tak jauh dari tempat yang di janjikan Biyan tadi.

Gubbrrraakkk!!

Via terjatuh. Seseorang menabraknya.

“Maaf mbak. Mbak ngga apa-apa” ucap orang yang menabrak Via

Via masih terduduk dan mengambili tas belanjaannya.

“Ngga apa-apa kok mas” ucapnya.

Matanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Matanya menangkap seorang lelaki tinggi, putih memakai t-shirt berwarna biru sedang bercengkrama dengan beberapa temannya.

Vidi Aldiano, ucap Via dalam hati.

Seketika ia langsung berdiri dan mengejar laki-laki yang dilihatnya seperti Vidi Aldiano tadi.

“Mbak, tasnya!” laki-laki yang menabraknya tadi teriak.

Via langsung berhenti berlari “Oh iya!” ucapnya dan berbalik meraih tasnya dan tas belanjaannya. Via siap berlari lagi.
“Vi!!” Biyan memanggilnya.

Otomatis langkah kaki Via terhenti.

“Mau kemana kamu?” Tanya Biyan.

“Anu kak.. Itu..”

“Mama tadi nelpon kakak. Kita di suruh pulang” Biyan menarik tangan Via. Via mengikuti langkah Biyan tak semangat.

Ketika bersiap tidur, Via membuka aplikasi twitter di hp-nya

.ViaNania: Tadi pas jatuh, liat ka @vidialdiano di Sency.Tp ga smpt mnggl

Via meng-up date tweet di twitternya dan segera terlelap dalam tidurnya.


***


“Salam buat om dan tante ya. Kamu jangan sedih donk walaupun ngga ketemu Vidi” ucap Biyan.

Via tersenyum “Ngga apa-apa kok kak. Makasih ya, kakak udah ngajak Via ke Jakarta. Besok-besok pasti Via di bolehin mama kejakarta”

Biyan memeluk Via “kamu hati hati ya”

“Iya kak. Dah” ucap Via sambil melambaikan tangannya.

Biyan meninggalkan Via di bandara sendirian. Sambil menunggu pesawat menuju Palembang take off, Via membuka aplikasi twitter di hp-nya. Tiga replies. Jarinya menekan-nekan keypad hp dan dilihatnya replies satu persatu.

vidialdiano semalam itu kamu ya? gimana? ga apa-apa kan? RT @ViaNania: Tadi pas jatuh, liat ka @vidialdiano di Sency.Tp ga smpt mnggl

Tangan Via langsung bergetar dan spontan ia langsung teriak di bandara itu.


***


Apriliana Dwi Kartika (Vidies Palembang)

Twitter : @AprilianaDwi

FB : dwie.twinz@yahoo.co.id

Blog : http://dwiieandworld.blogspot.com


Label:




KLIK DISINI UNTUK KOMENTAR !! (0)



★Sabtu, 07 Agustus 2010★

Hai Vidies :)) Aku Tya, seneng banget deh bisa nge share cerita yg asli 100% bikinan aku sendiri ke VidiesDiary... Sebenernya cerita ini udah sangat lama aku bikin, dan udah lama banget ngendok di 'My Document'... Tapi ya, ga menghasilkan telor gitu cerita nya... Hahaha :D Setelah aku tau VidiesDiary bisa nampung cerita bikinan Vidies, ya akhirnya aku kirim aja cerita aku kesini.... Cerita ini agak panjang, moga ga pada capek deh bacanya :D
enjoy ya, Guys! hope you like it! kalau ada saran, komentar, atau kritik, tinggal kontak ke Twitter aku! jangan lupa juga follow *Promote daah*


29/2010

oleh : Yashintya Dwi Hartika

Serang-Banten...

Part 1: Ketika Ray menyatakan Cinta

“Aku sengaja ngajak kamu kesini, karena ada sesuatu yang pingin aku omongin…”

“Apaan sih, Ray? Aku gak ngerti deh…”

Ray, classmate aku, dia juga ketua kelas di kelasku. Dia duduk tepat dibelakangku. Kita juga ada dalam satu kelompok belajar. Setiap ada tugas, kami selalu belajar bersama. Entah kenapa aku juga tak tau, tadi saat bel sekolah pertanda pelajaran telah selesai Ray langsung narik–narik tanganku ke taman yang letaknya ada di belakang sekolah.

Ray mengeluarkan sekuntum mawar merah yang sedari tadi ternyata ia sembunyikan di belakangnya.

“Sintya, aku pingin nyampain perasaanku ke kamu… Kamu tau, kebersamaan kita selama ini, ternyata membuahkan suatu perasaan di lubuk hatiku yang paling dalam. Aku selalu kangen sama senyuman kamu, kamu yang selalu bisa mecahin segala persoalan di tugas kelompok kita yang aku pun sangat–sangat tidak mengerti, aku rindu sama suara kamu yang giat banget nyanyi di setiap waktu, dan… Itu semua bikin aku sadar kalau ternyata… AKU SUKA SAMA KAMU…”

Aku menarik tubuhku kebelakang. Tidak percaya dan sangat tidak yakin bahwa kini Ray sedang… NEMBAK AKU? Ray yang selama ini suka me – reject semua tembakan para fans-fans nya, Ray si Master of Basketball, Ray yang jago banget main gitar, dan… Ray yang… Ah, pokoknya intinya dia sekarang lagi nembak aku? Duh duh gimana ya?

“Ray? Maksud kamu?”

“IYA! Aku pingin kamu terima mawar ini, sebagai tanda kamu terima aku jadi… Cowo kamu… Aku selalu me–reject semua cewe yang pernah menyatakan cintanya ke aku, dan itu semua karena aku menunggu waktu untuk bisa nembak kamu seperti sekarang ini…”

“Ray? Aku, aku gak tau… Aku gak tau aku harus jawab apa…”

“Kenapa kamu harus gak tau? Kamu ikutin aja semua kata hati kamu… Apa semua kebersamaan kita selama ini gak bisa membuahkan perasaan yang sama seperti perasaan aku ke kamu?"

Aku terdiam sesaat. Merasakan getaran tubuhku semakin terasa dahsyat. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan? Perlahan aku mulau mencoba untuk mengorek sedikit – demi sedikit kepastian dalam hatiku. Tentang apa yang harus aku jawab kepada Ray sekarang ini…

“Ray… Aku tau selama ini kita selalu bersama. Tapi kebersamaan itu hanya sebatas teman satu kelompok aja, Ray… Gak lebih dari itu… Aku emang selalu bersama kamu akhir – akhir ini, tapi itu hanya sebatas kebersamaan untuk belajar aja, Ray, dan itu juga hanya sebatas sahabatan aja! Gak pernah lebih dari itu…”

Ray menatapku tajam,

“Itu artinya… Kamu nolak aku, gitu?

“Maafin aku, Ray… Tapi hati aku masih tertutup sampai sekarang ini. Hatiku hanya untuk seseorang…”

“Seseorang? Siapa, Sintya?”

“Dia seseorang yang sangat aku kagumi… Dan aku sangat menyayangi dia tulus, dan aku sangat mencintai dia, aku tau itu…”

Ray semakin menatapku tajam,

“Oooohhhh, pasti dia Vidi Aldiano kan? Penyanyi gadungan yang kayak banci itu kan? Ya, kan?”

“TUTUP MULUT KAMU! Jangan sebut Vidi sebagai penyanyi gadungan yang kayak banci! Dia adalah seseorang yang sangat aku kagumi… Aku menyayangi dia tulus kok meski aku gak pernah ketemu sama Vidi secara langsung…”

“SADAR DIRI LO! Lo siapa gitu? LO CUMA SEBATAS FANS NYA VIDI YANG GAK JELAS, yang rela lari sana sini ngejar kemana Vidi lo itu pergi… Apaan tuh? Aku gak yakin kalau suatu hari nanti kamu lihat Vidi yang sebenernya, kamu masih nge – fans sama penyanyi gadungan itu!”

“Ya, aku tau aku emang cuma sebatas seorang fans. Tapi hati aku gak bisa bohong. Ngedenger suara Vidi, aku merasakan dunia ini tuh luaaaasssss banget… Aku merasa semua beban di pundakku tuh terasa ringan banget… Setiap aku ngeluarin Keyboard dan Mouse ku, yang terlintas hanyalah untuk mengetik ‘Vidi Aldiano’ di Google search. Gak ada yang lain… Yang kucari selama ini hanya foto – foto Vidi, lagu – lagu Vidi, dan semuanya tentang Vidi. Perasaan hatiku ini bener – bener bilang kalau aku emang cuma sayang sama Vidi… Dan aku yakin, perasaan aku ini pasti suatu saat ada balasannya…”

“Terserah lo deh… Terusin aja khayalan lo yang tinggi itu…”

Aku menunduk sedih. Menatap tempatku berpijak ini dengan perasaan tak karuan. Aku bisa merasakan di hadapanku ada Ray yang pasti sangat kecewa dengan jawabanku barusan. Tapi itu semua memang benar, aku memang hanya bisa mencintai Vidi di dunia ini… Vidi, seorang penyanyi yang suaranya bagiku memang saaannnngggaaaattttt indah… Setiap hari aku selalu menyanyikan lagu Vidi, gak ada yang lain. Aku selalu mengikuti bahasa Vidi, tiap malam aku selalu membuka akun Twitter ku dan men – search ‘@vidialdiano’ dan membaca semua tweets nya yang selalu bisa bikin aku tersenyum. Dengan membaca semua yang dia katakan, aku bisa mengatasi kerinduanku kepada Vidi. Beruntungnya, Vidi memang selalu aktif dengan jejaring sosial seperti itu…

Dan sejujurnya aku juga tau, selamanya perasaan ini gak akan pernah bisa terbalaskan. Vidi tidak mungkin berbalik mencintai aku. Karena aku pun belum pernah bisa bertemu dengan Vidi selama ini. Ya, takdir ternyata belum memperbolehkan aku bertemu dengan Vidi secara langsung. Dan aku tau, selama takdir belum memperbolehkan aku bertemu dengan Vidi, selama itu juga aku harus mengagumi Vidi dari jauh saja…

“Maafin aku, Ray!” Aku menunduk sedih. Ada air mata yang tertahan di sudut mataku.

“Terserah lo deh! Gue gak butuh kata ‘Maaf’ lo yang gak ada harganya itu! Gue udah beliin bunga ini buat lo jauh – jauh, eh… Lo nya bikin gue kesel! Makan nih bunga!!!”

Ray melempar bunga mawar merahnya ke kakiku. Tepat di kakiku. Lalu ia pergi. Aku memungut mawar merah itu dengan tetesan air mata yang sudah tidak dapat aku bendung lagi. Sekilas aku melihat tulisan tangan yang ku tau itu adalah tulisan tangan Ray pada bunga mawar merah itu:

‘mawar merah ini khusus Untuk sebuah keagungan CINTA, dan kamu, adalah seseorang yang memiliki keagungan itu. Kata orang, mawar merah itu menandakan sebuah perasaan Cinta. Dan itu berarti, aku memberikan cintaku kepada kamu, Sin! Terima ya!

Buat Sintya,

dari Raynald Ananda’

Aku menyungging senyuman yang ku tunjukan untuk Ray saat ini. Entah dia tau atau tidak, yang jelas aku memberikan senyumanku itu kepadanya.

“Makasih banyak ya Ray! Aku ambil bunga mawar ini, dan aku akan bawa pulang… Meski ini bukan berarti aku terima kamu, tapi aku bakal hargai kamu, Ray…”

Aku mencoba berjalan menuju ke rumahku kembali. Pasti mama dan papaku menungguku disana. Aku berjalan dengan kedua tanganku yang tak hentinya menyapukan kertas tisu kepada kedua belah pipiku, sementara di sisi lain, tangan kiriku juga terus-terusan menggenggam mawar merah yang memang kuakui pasti harganya sangat mahal itu. Tapi bukan karena harganya aku bawa pulang mawar itu, namun karena Ray. Aku harus tetap menghargai Ray, meski aku tau Ray disana tidak tau bahwa aku membawa mawar merahnya pulang ke rumah…

Part 2: Kapan aku boleh cerita?

“Ray! Hey! Tunggu! Maafin aku ya sama soal kemarin! Hey, Ray!”

Ray terus berjalan tanpa menghiraukan panggilanku kepadanya. Ternyata Ray masih marah dengan kejadian kemarin.

“RAY!! Hey maafin aku, Ray! Aku tau aku udah nyakitin perasaan kamu, tapi aku minta maaf, Ray!”

Ray menghentikan langkahnya. Lalu membalikan tubuhnya menghadapku,

“Minta maaf kamu bilang? Hanya dengan maaf? SHIT! Maaf kamu itu ga ada artinya sama sekali! BUSUK semuanya!”

“Ray, aku minta maaf banget ya soal kemarin. Aku tau aku pasti nyakitin kamu. Tapi aku sama sekali ga niat buat nyakitin kamu, Ray! Aku takut ini semua akan menghancurkan persahabatan kita! APAPUN akan aku lakuin Ray! Asal kamu mau maafin aku…”

“Maafin kamu ya?? Oke kalo kamu mau lakuin apapun untuk aku! Aku minta, kamu, berhenti ngefans sama si Vidi itu dan mau jadi pacar aku! Gimana? Gampang kan?”

Aku menatap Ray dalam dalam,

“Kalau kamu minta aku berhenti ngefans sama Vidi, itu sama aja kamu BUNUH aku perlahan! Tanpa Vidi, hidup ini SAMA SEKALI GA ADA WARNANYA! Maafin aku Ray! Aku ga bisa nurutin permintaan kamu!”

“Dasar cewe sialan! Dikasih keringanan ga mau! BEGO! Udah sana lu pergi deh! Makan tuh si Vidi lu yang lu puja puja itu!”

Ray langsung membalikkan tubuhnya. Berjalan menjauhi diriku yang terus menatapnya penuh arti…

Sementara tiba-tiba seseorang menepuk pundakku halus,

“Sintya!”

Aku membalikkan tubuhku,

“Adri? Kapan kamu ada disini?”

“Aku tadi liat kamu ngejer-ngejer Ray, abis itu aku ngeliat kamu sama Ray ngomongin apa gitu yang aku ga tau. Terus Ray pergi sambil mendengus kesal gitu kayaknya… dan… Sebenernya apasih yang tadi kamu omongin sama Ray?”

“Ga ada apa-apa kok, Dri…”

“Jangan bohong, Sintya… Aku bisa liat dimata kamu ada sebuah beban…”

“Sumpah Adri ga ada apa-apa!”

“Sin… Bukannya aku mau maksa kamu cerita, tapi kalau kamu ceritain masalah kamu, mungkin aku bisa bantu mecahin masalah kamu, Sin…”

Aku menatap Adri,

“Baiklah. Kapan aku boleh ceritain ini ke kamu?”

Part 3: Adri, dan curhatku

“Aku ga tau mau mulai cerita darimana, Dri…”

“Emang segitu ruwetnya ya sampai kamu susah buat cerita? Oke. Ga masalah. Aku bakal nunggu sampe kamu mau cerita…”

Aku mulai mencoba menarik nafasku. Memulai bercerita dari angka nol kejadian yang kualami kemarin.

“Kemarin aku ditembak Ray.”

Adri yang sedari duduk diam langsung terbelalak, berdiri dari dudukannya dan menatapku mencari kepastian yang sesungguhnya.

“APA?!!! RAY??? RAYNALD ANANDA???”

“Iya, iya, Adri! Ray sahabat kita… Dia nembak aku!”

“Gak mungkin! Ray kan, terkenal banget rajin tuh nge-reject semua daftar cewe yang suka sama dia. Dan dia kan sahabat kamu, sahabat aku, masa dia nembak kamu?”

“Emang aku segitu jeleknya ya sampe kamu gak percaya aku ditembak Ray?”

“Bukan gitu, Sintya! Aku sempat berfikir bahwa Ray gak akan pernah bisa menyukai wanita karena saking rajinnya dia nge-reject cewe yang suka sama dia. Dan dia juga kan sahabat kita, aku gak nyangka Ray bisa nembak orang yang udah jadi sahabat dekatnya!”

“Aku juga gak nyangka, Adri! Dan aku juga gak tau kalau begini jadinya… Aku gak pernah ngira sebelumnya kalau Ray bisa nembak aku…”

Adri dan aku terdiam. Hening sesaat,

“Dan, apa jawaban kamu, Sintya?” Adri memulai kembali pembicaraan dengan sebuah pertanyaan standar seorang wanita yang baru ditembak seorang pria.

Aku mendiamkan diri berusaha membuka kata-kata,

“Sayangnya aku hanya menyukai Vidi…” Jawabku singkat.

Adri menatapku tajam, dan aku merasa risih dengan hal itu,

“Apa? Ngapain ngeliatin aku kayak gitu, kamu?” Jawabku ketus.

Adri malah tersenyum,

“Loh? Kok malah senyum?” Tanyaku bingung.

“Gak kok…” Jawab Adri singkat tapi tidak jelas sambil memalingkan wajahnya dariku.

“Ih… Dasar orang gila!”

“Bukannya gila… Tapi aku baru pertama kali bertemu dengan seseorang yang ngefans berat sama Vidi Aldiano, sampai-sampai dia nolak cinta sahabatnya sendiri. Kagum aku sama kamu, Sin!”

Aku membalas perkataan Adri tadi dengan sebuah tertawaan kecilku,

“Bisa aja kamu, Adri!”

“Hahaha…!” Tawa Adri.

Adri merasa senang saat itu. Hatinya terus mengembang-ngembangkan senyuman mendalamnya. Jujur, ada suatu hal lain yang membuat Adri begitu bahagia dan tersenyum senang mendengar bahwa Sintya menolak Ray. Ada sesuatu lebih dari hanya sekedar ‘Kagum’ dengan seorang yang begitu mengidolakan Vidi Aldiano seperti Sintya. Ia merasakan sesuatu di hatinya yang terus menari-nari mendengar Ray ditolak oleh Sintya. Perasaan yang cukup egois sepertinya. Namun itu belum diketahuinya apa…

“Girang amat kamu ketawanya?” Sintya memotong tawa Adri.

“Oke, oke. Aku berenti ketawa tuuh!” Jawab Adri sambil berusaha menghentikan tawanya.

“Adri, kamu tau ga? Kata orang, kalau dua orang yang sudah bersahabat dekat itu, pantang buat saling mencintai. Entar perhatian dan kasih sayang yang kita berikan ke sahabat kita itu, bukan kasih sayang murni ikhlas persahabatan, tapi udah dikontaminasi dengan rasa ingin memiliki… Dan kalau salah satu dari dua orang itu sudah tidak lagi memiliki rasa cinta, nanti orang yang lainnya akan merasa kecewa dan memutuskan persahabatan yang sebelumnya sudah dirajut sangat dekat…”

Adri merunduk. Aku tak tau apa yang ia rasakan mendengar aku mengatakan semua itu,

“Loh? Kamu kenapa, Dri?”

“Enggak kenapa-napa kok, Sintya!” Jawabnya lemas.

Aku melanjutkan kata-kataku,

“Dan itu semua memang benar terjadi antara aku dan Ray. Ray mencintaiku, tapi aku tidak mencintainya. Dan sekarang? Ray kecewa dan memutuskan tali persahabatan antara aku sama dia… Aku jadi merasa bersalah…”

Adri menegakkan kepalanya dan tidak lagi merunduk. Lalu kedua tangannya memegang kedua bahuku menatapku dengan penuh ketajaman dan harapan…

“Kamu gak perlu dan gak boleh ngerasa bersalah atas keputusan hati kamu, Sin… Yakin sama kata hati kamu… Kalau memang kamu hanya mencintai dan menyukai Vidi Aldiano, ikuti saja itu semua. Keputusan kamu benar menolak Ray. Karena kalau kamu memaksakan hati kamu untuk bersama Ray, aku yakin hati kamu sedikit demi sedikit akan merasa tertekan… Aku support kamu terus kok, Sin! Aku ada di belakang kamu!” Kata Adri penuh keyakinan.

Aku merasa nyaman dalam tangan-tangan Adri di kedua pundakku. Seakan semua beban ini tumpah dan hanyut dibawa angin melayang. Setelah mendengar semua kata-kata Adri, aku jadi semakin merasa tegar dan sedikit demi sedikit perasaan sedih ini hilang. Aku tersenyum. Dan akan selalu percaya kepada semua kata hatiku.

“Makasih banyak ya, Dri! Seharusnya dari kemarin aku curhat ke kamu… Aku ngerasa nyaman banget setelah denger semua kata-kata kamu…”

“Sama-sama, Sin… O iya, sebentar lagi kan kamu ulang tahun, apasih yang selama ini kamu inginkan???”

Aku berfikir,

“Ulang tahun? Oh iya… Ini udah mau tanggal 29 ya? Hehe aku sendiri lupa looh… Aku sih cuman pengen satu aja buat saat ini. Bisa ketemu Vidi Aldiano. Tapi aku ga yakin bisa ketemu Vidi… Abis, Vidi ga pernah ada manggung di Serang… Lagipula kalo aku ada niat pengen ketemu Vidi di kota lain, aku ga yakin mama sama papa ngijinin… Kamu tau kan, mama itu ga seneng banget kalau aku terlalu ngefans sama Vidi Aldiano apalagi pengen ketemu sama dia…” Jawabku sedih.

Adri mengangguk,

“Liat aja nanti…”

“Maksud kamu?”

“Kamu pasti bakal ngerti kok suatu hari nanti”

Aku melongok. Sama sekali tidak mengerti apa yang Adri maksud…

Part 4: Mau dibawa kemana

Handphone ku berdering,

‘Adri gila 12.2’

“Halo? Adri ada apa? Tumben nelpon aku… Inikan hari minggu. Ga ada kerja kelompok, kan?”

“Sintya, cepet sekarang kamu keluar rumah kamu, deh. Bilangin ke mama kamu, kalo hari ini kamu ada acara sekolah dan hari ini harus dateng!”

“Hah? Acara apa di sekolah? Rasanya ga ada acara deh…”

“Udahlah aku kan osis jadi aku yang tau! Sekarang cepet deh pake baju yang bagus yang rapih, nanti keburu telat…”

“Iya! Tapi acara apa dulu deh? Mama pasti nanya acara apa yang diadain di sekolah ampe ga ada pemberitahuan dulu sebelumnya…”

“Ehmm… Acara… Ehmm… Oh iya nyambut kepulangan Pak Fikron dari luar kota. Kan Pak Fikron pulangnya mendadak tuh… Jadi ya mendadak juga acaranya”

“Pak Fikron udah pulang? Oh kalau gitu pake baju seragam dong… Kan menghormati Kepala Sekolah, bukannya malah pake baju bebas”

“Udah ah cepetan deh ngeyel deh kamu jadi orang. Ganti baju yang bagus abis itu kita berangkat. Mobil aku udah ada di depan rumah kamu, jadi kamu berangkat bareng sama aku! Hayo hayo bergegas!”

Aku membuka jendela kamarku yang berada di lantai dua, menengok ke luar pagar dan ternyata diluar sana sudah terparkir mobil yang aku tau itu adalah mobilnya Adri,

“Oh oke! Aku bakal cepet cepet ganti baju! Aku udah kangen juga nih sama Pak Fikron… Stay terus disana. Jangan kemana-mana!”

‘Tet… Tet… Tet…’ Aku langsung memutus telponku dengan Adri. Bergegas menuju kamar mandi dan mengganti pakaianku dengan pakaian paling bagus dan paling rapih. Aku sudah rindu dengan Pak Fikron, Kepala Sekolah SMA dimana aku dan Adri kini menuntut ilmu.

“Acaranya dimana sih, Dri?”

“Yang pasti bukan di sekolah kita…”

“Eh tumben bukan di sekolah kita. Kalau nyambut kepala sekolah biasanya di sekolah yang bersangkutan dong… Jangan-jangan… Eh kamu mau bawa aku kemana?? Aku ga percaya kamu mau bawa aku ke acara sekolah! Ayo ngaku deh kamu, Dri!!”

“Aku mau bawa kamu kemana nanti kamu juga bakal tau!”

“Eh ga bisa gitu dong, Dri! Kalau kamu ga mau ngasih tau aku, aku bakal nekat loncat keluar dari mobil kamu!!”

“Sok aja kalau berani”

Adri menambah kecepatan mobilnya,

“Gimana? Masih berani mau lompat keluar dari mobil aku?”

Aku terdiam,

“Adri! Tolong dong aku mau dibawa kemana, sih?? Adri jangan bikin aku takut…”

“Kenapa harus takut sih? Aku kan sahabat kamu, ga mungkin aku bawa kamu ke hotel abis itu aku nidurin kamu, terus aku rekam kayak di tipi-tipi... Udahlah apa yang aku lakuin ga bakal pernah bikin kamu nyesel pernah temenan sama aku…” Kata Adri meyakinkan.

“Tapi kan kamu cowo, aku cewe, kamu ga ngasih tau aku mau dibawa kemana. Segala hal bisa terjadi, Dri…”

Adri tersenyum geli,

“Cara ngomong kamu tuh… Ya ga mungkin aku mau ngapa-ngapain anaknya Pak Sumadri yang galak kayak kamu… Ngapain juga aku ngelakuin hal seronok kayak gitu. Emang aku cowo apaan??”

“Ya kalo gitu kamu harus ngasih tau aku mau dibawa kemana deh…”

“Nanti”

“Sekarang”

“Nanti kamu pasti bakal tau! Cerewet abis nih cewe sumpah! Nih, minum! Pasti haus kan daritadi teriak-teriak ke aku!” Adri menunjuk ke arah tas berwarna hijaunya yang terletak di jok tempat sekarang aku duduk.

“Enggak! Aku ga mau minum! Jangan-jangan kamu kasih racun lagi, Dri!”

“Oh gitu… Oke kalau kamu ga mau minum… Tapi beneran kamu gak haus abis marah-marah?”

Aku terdiam. Lalu mengambil botol Aqua dari tasnya Adri dengan jaim.

“Ya udah aku minum. Awas kalo ada racunnya!”

Namun tiba-tiba aku menguap. Ngantuk berat. Tidak tau deh kenapa dan mengapa bisa jadi tiba-tiba ngantuk seperti ini. Dan…..

Part 5: Senayan??

“Sintya… Udah sampe nih”

Aku membuka mataku lebar-lebar. Terbelalak sekaligus kaget melihat sekarang matahari sudah naik tinggi. Ditambah melihat dimana sekarang mobil Adri terparkir.

“Senayan? Hei ini di Jakarta! Ngapain kamu bawa aku ke Jakarta?!!”

Adri keluar dari mobilnya. Kemudian membukakan pintu untukku.

“Silahkan keluar”

“Ngapain aku keluar kalau aku ga tau apa yang aku bakal lakuin disini?”

“Keluarlah Sintya… Please aku mohon! Kamu ga bakal nyesel, deh!”

“Kalau aku ga mau keluar gimana?”

“Kamu bakal nyesel”

“Nyesel untuk apa?”

“Sintya… Tolong! Sekali aja… Aku minta maaf udah bohongin kamu… Tapi ini semua buat kamu… Tolonglah Sintya…”

Aku melipat tanganku jutek. Lalu membuang wajahku kearah agar tidak melihat wajah Adri yang saat itu begitu menyebalkan!

“Sintya! TOLONG! Aku mohon! Keluar sekarang, Sin!”

“Gak!”

“Aku mohon! Kamu percaya kan sama aku? Aku ini sahabat kamu dari semenjak kamu masuk SMA, aku ini orang pertama yang kenalan sama kamu waktu lagi masa Orientasi, aku ini orang yang selama ini sangat sangat dekat sama kamu… Gak mungkin kan aku mau ngelakuin hal yang bakal bikin kamu kecewa sama aku? Aku janji 10000000% kamu ga bakal pernah lupa sama hari ini karena saking membahagiakannya…”

Aku berfikir,

“Oke. Aku keluar sekarang. Tapi kalau ini gak bikin aku bahagia, awas aja kamu!”

“Oke! SUER DEH!” Kata Adri sambil membentuk jarinya menjadi ‘V’

Aku berjalan kedalam Senayan. Melirik kearah Adri yang sedari tadi hanya tersenyum-senyum melihatku. Aku melihat kesekeliling. Tidak ada hal yang special disana. Seperti biasa hanya ada toko-toko yang berjejer dengan barang-barang mahal yang dipajang disana.

“Sintya, didepan kan ada belokan ke kiri, coba kamu kesana. Aku mau ke kamar kecil dulu ya!”

“Eh, tunggu, Dri! Aku gak pernah ke Senayan loh sebelumnya. Kalau ke Jakarta paling cuman ke rumah tante aku aja gak kemana-mana lagi… Kalau aku nyasar gimana?”

“Gak bakal nyasar kok! Didepan sana kamu cuman tinggal belok kiri aja! Udah gitu lurus terus… Dan jangan berhenti sampe kamu melihat sesuatu yang bakal bikin kamu kaget sekaget-kagetnya!”

“Ehmm, tapi gak ada hal buruk yang bakal terjadi kan, Dri?”

“Apa yang akan kamu liat disana, akan sangat jauh sekali dari kata ‘buruk’. Justru hari ini, adalah hari yang akan kamu ingat selama hidup kamu!”

“Oke. Aku percaya sama kamu. Didepan aku belok kiri, abis itu jalan lurus terus sampai aku melihat sesuatu yang bikin aku kaget. Gitu?”

“Pinter kamu! Ya udah sana! Aku udah gak tahan nih! Hehe maklum udah jamnya buang hajat! Hahaha!”

“Ih! Jorok!”

Adri tersenyum kearahku. Lalu pergi meninggalkanku.

“Oke. Di depan belok kiri, terus lurus terus ampe aku ngeliat hal yang bakal bikin aku kaget…” Kataku bicara sendiri.

Aku berjalan kedepan. Kemudian membelokkan diriku ke arah kiri. Sejauh ini tidak ada hal yang membuat aku kaget. Aku berjalan lurus sambil melihat-lihat jejeran barang-barang mahal yang dipajang disana.

Part 6: Astagfirullah, VIDI ALDIANO?????

Saat sudah berjalan agak jauh, aku melihat banyak sekali orang-orang yang berlarian lurus kedepan. Dan ketika aku menerawang jauh kedepan, aku melihat orang-orang berkumpul sangat ramai sekali mengelilingi sesuatu. Sesuatu itu berbentuk sebuah panggung yang menampilkan band-band dalam kota Jakarta yang belum terlalu terkenal. Aku saja tidak tau lagu apa yang band itu sekarang nyanyikan…

Yak. Sudah agak jauh. Tapi mendekati panggung sangat besar dan mewah yang dikelilingi berpuluh-puluhan bahkan ratusan orang disana. Di sudut aku melihat sesuatu yang sangat tidak asing lagi denganku. Orang-orang yang menggunakan baju biru muda. Biru muda yang didepannya ada tulisan…

“Vidies? Kok bisa ada Vidies disana? Atau jangan-jangan???”

Belum selesai kebingunganku mendarat, aku mendengar sebuah musik intro yang sangat sangat sangat tidak asing ditelingaku,

Orang-orang terutama Vidies langsung teriak-teriak histeris tak tertahankan,

Menyadari kalau ternyata itu ADALAH INTRO DARI LAGU STATUS PALSU MILIK VIDI ALDIANO, IDOLAKU!!!!!! Tanpa berpikir panjang-panjang lagi aku langsung berlari secepat-cepatnya menuju panggung besar itu. Menerobos kumpulan orang-orang seperti semut yang benar-benar tak tertahankan ramainya. Aku sadar kalau ternyata yang disana adalah SEORANG VIDI ALDIANO!! Orang yang selama ini aku kagumi. Dengan sangat tidak percaya dan bahagia, aku berusaha menerobos masuk.

Aku tidak kuat lagi. Vidi Aldiano kini ada di depan mataku. Hal ini seperti hanya sebuah mimpi yang tiap malam datang di tidurku. Aku tak kuasa. Perlahan batinku meringis karena bahagia. Aku ingin menangis saja rasanya. Menangis menandakan betapa bahagianya aku melihat Vidi Aldiano. Dan alhasil, air mata ini tidak kuat untuk terus tertahan disudut mata. Tak terasa perlahan air mataku benar-benar turun membasahi kedua pelipisku. Aku berteriak-teriak histeris mengabaikan air mataku yang terus terusan mengalir.

“VIDI!!! ALLAH INI VIDI ALDIANO!! YA ALLAH MAKASIH UDAH BIKIN AKU BISA NGELIAT VIDI LANGSUNG KAYAK GINI YA ALLAH!” Tak hentinya aku mengucap syukur kepada Allah, betapa bahagia nya aku hari ini. Sementara itu kakiku terus menerobos ratusan penonton yang seberapanya ada yang marah-marah karena aku menerobos tempat mereka berdiri.

“VIDI!!!!! VIDI!!!!! AKU FANS BERAT KAMU, VIDI!!!!! VIDI!!!” Teriakku histeris terisak-isak sambil mengangkat-angkat kedua tanganku.

Vidi Aldiano ternyata mendengar isakan sekaligus teriakan aku dari bawah panggung. Dia langsung melirik kearahku. Tersenyum sambil bernyanyi, “Nyanyi bareng Vidi, satu dua tiga!” Aku bernyanyi bersama Vidi dan orang-orang yang ada disana masih disertai isakan dari tangisan bahagiaku. Tubuhku gemetaran, tanganku dingin seperti es. Ini semuanya hanya halnya seperti mimpi. Keringat dingin tercucur menurun dari dahiku terus menuju leherku…

“Makasih semua, makasih Vidies” Vidi menuruni panggung yang besar disana. Aku, dan Vidies lainnya langsung mengejar seorang laki-laki yang tampak seperti gula sementara kami sama halnya dengan segerombolan semut yang mengejar gulanya. Bukan saja aku yang berlinangan air mata bahagia, namun beberapa dari segerombolan orang-orang berbaju biru muda itu juga ada yang menangis bahagia sekali bisa melihat idolanya secara langsung.

Kami terus mengejar Vidi Aldiano. Aku berusaha untuk bisa memandang Vidi dari arah dekat. Namun bukan hanya aku saja yang ingin memandang Vidi dari dekat, Vidies disana semuanya menginginkan hal yang sama sepertiku,

“Didepan aja ya foto barengnya… Nanti ya… Oke didepan ya…” Jawab Vidi terus sambil tersenyum kepada kami semua yang terus-terusan meneriakkan namanya,

Lalu Vidi Aldiano masuk kedalam sebuah ruangan, sementara itu aku dan Vidies lain hanya bisa tertunduk lesu menatap punggungnya dari belakang,

“Sabar ya… Vidi nya capek… Mau istirahat dulu ya…” Kata seseorang yang aku tak tau siapa.

Para Vidies langsung pergi dari tempat dimana semula kami berada. Duduk selonjoran di lantai yang sepertinya agak kotor itu. Aku hanya bisa memandangi satu persatu Vidies yang sudah lemas lunglai tak berdaya lagi karena saking lelahnya.

“Sintya!”

Aku menoleh. Ternyata disana ada Adri yang tersenyum kearahku.

“Minum dulu nih! Capek kan pasti abis neriakin nama Vidi” Adri menyodorkan sebotol minuman dingin kepadaku,

“Makasih ya, Dri…” Jawabku lesu sambil mengambil botol minuman dari tangan Adri.

“Gimana? Udah dapet foto bareng sama Vidi?”

“Belum, Dri. Vidi nya capek bener kayaknya… Mandang dari deket aja aku ga bisa, apalagi foto bareng?” Jawabku.

“Gimana???? Apa yang aku lakuin ga bikin kamu kecewa kan temenan sama aku??”

Aku terhentak. Aku yang sedang meneguk air dingin dari botol minuman yang tadi Adri berikan padaku langsung menghambur keluar. Aku keselek,

“Oooh…………… Jadi ini yang kamu rencanain????????? Kamu mau bikin aku ketemu sama Vidi ya??????????????????”

“Ya begitulah… Tapi kamu seneng kan bisa ngeliat Vidi manggung langsung…”

Aku menatap Adri. Mataku berbinar-binar,

“Dari semua kejadian yang pernah kualami selama aku hidup, hanya ini yang GAK MAMPU AKU LUPAIN! Hanya ini kejadian yang paling berarti buat aku… Thanks ya, Dri… Maaf aku udah berprasangka buruk ke kamu…”

“Okelah, Sin… Aku janji kamu bakal dapet jatah foto bareng sama Vidi! Janji!”

“Thanks, Dri! Tapi jujur, aku ga perlu dapet foto bareng sama Vidi, atau sejenisnya. Ngeliat Vidi langsung dimata aku didepan mata aku kayak tadi, itu semua udah sangat lebih dari cukup…”

“Aku ngerti… Tapi apa kamu ga mau foto bareng sama Vidi? Buat mengabadikan…”

“Adri… Siapa sih yang ga mau foto bareng sama idolanya… Kalau aku bisa foto bareng sama Vidi… Kenapa enggak dilakuin?”

“Kan kamu pernah cerita, katanya dari sekian Vidies yang kamu kenal di Twitter atau di Facebook, hampir semuanya bisa foto bareng sama Vidi… Hampir semua bilang katanya dapet foto barengnya di luar tempat konsernya. Nah, itu pasti bakal terjadi dong sama kamu… Kamu pasti bisa foto bareng sama Vidi, tapi nanti…”

“Iya, ya, Dri! Aku tau Vidi gak akan ngecewain fans-fansnya… Pokoknya kalau nanti Vidi mau foto bareng sama Vidies, aku harus menjadi orang yang ada tepat disamping Vidi, sambil megangin tangannya…” Kataku penuh harap.

“Haha iya deh aku doain…”

Part 7: Ketika Adri…Menyatakan Cinta??

“Makasih ya, Vidies… Bye bye!!” Vidi Aldiano masuk kedalam mobilnya. Melambaikan tangan ke arah Vidies yang jumlahnya ratusan itu. Vidies terutama aku, langsung histeris (lagi) meneriakkan namanya (lagi).

Kami sudah berhasil mendapat foto bareng dengan Vidi. Vidi janji akan meng-upload nya ke Twitter. Dan dengan sedikit bantuan dari Adri, aku bisa mendapat foto bareng dengan Vidi Aldiano hanya berdua saja… Ah bahagianya!!!! Tapi hari itu wajahku sedang tidak segar-segarnya. Air mataku hari itu terus membanjiri pipiku tiada henti. Mataku saja sampai kantong matanya besar seperti balon udara… Saat foto bareng dengan Vidi, aku tak henti-hentinya menggenggam tangannya erat seperti tak ingin pisah darinya. Vidi hanya tersenyum manis melihatku.

Saat itu aku tidak mampu berucap-ucap lagi didekatnya. Aku kehilangan seribu kata yang dulu sempat menjadi ‘Daftar pertanyaan yang akan aku kasih ke Vidi saat aku bisa ketemu sama Vidi’… Ya. Dulu aku pernah menyusun ratusan bahkan ribuan kata-kata untuk aku ucapkan didepan Vidi nanti ketika aku bertemu Vidi. Namun saat itu terjadi, semua kata dan kalimat itu HILANG tak berbekas. Plong and bleng semua yang ada di otakku saat itu saking bahagianya aku bisa bertemu Vidi secara langsung :’)

“Gimana? Asyik kan ketemu Vidi?”

Aku tersenyum,

“Asyik banget… Hadeh, susahlah rasanya kalau mau digambarin…”

Aku dan Adri terus menatap langit-langit gelap yang dihiasi bintang-bintang malam itu. Adri mengajakku ke sebuah taman kota. Ternyata sekarang matahari sudah beranjak, dan berganti dengan rembulan. Tapi aku tak mampu merasakannya… Yang ada di pikiranku saat itu hanya Vidi, Vidi, dan Vidi.

“Gimana ya cara aku buat berterimakasih sama kamu, Adri? Gimana ya, buat bales semua ini? Apa yang mesti aku lakuin buat kamu? Jujur, aku bener-bener seneng sama semua yang terjadi hari ini…”

“Gak perlu, gak perlu! Kamu gak perlu ada niat mau bales semua yang aku lakuin hari ini buat kamu! Aku iklas kok demi sahabat paling spesial aku!”

“Makasih lagi ya, Adri… Aduh kamu tuh bener-bener bikin aku ngerti apa itu persahabatan yang iklas… Ya kayak kamu ini… Kamu bikin sahabatmu bahagia, dengan iklas, dan ga butuh balasan…”

“Itu udah jadi kewajiban aku, Sin… Kewajiban sebagai sahabat yang baik… O iya, kamu tau gak ini tanggal berapa?”

“Tanggal?”

Aku melirik ke handphone yang ada di kantong celana jeans ku.

“Hari ini tanggal 29! Emang ada apa kok nanya tanggal?”

“Kamu itu pura-pura lupa, apa emang beneran lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahun kamu?”

Aku tersentak. Kemudian menatap Adri,

“Ulang tahun? Oiya, inikan hari ulang tahun aku… Astagfirullah aku sampai lupa ah gara-gara Vidi Aldiano…”

“Pantas kamu lupa. Namanya juga fans berat yang abis ketemu idolanya… Ya pastilah lupa segalanya…”

“Haha iya nih… Vidi Aldiano tuh udah kayak nyulap aku, hipnotis aku, sampai aku jadi lupa sama semuanya…”

“Pertemuan kamu sama Vidi, adalah kado ulang tahun dari aku buat kamu… Kamu pernah cerita katanya kamu cuman pengen ketemu sama Vidi Aldiano, gak ada yang lain. Ya udah dengan segala cara aku berusaha buat bikin kamu ketemu sama Vidi…”

“Hah? Kalau gitu thanks banget deh Adri… Kalau ini adalah kado ulang tahun aku, berarti INI adalah kado ulang tahun terindah yang pernah aku rasain…” Kataku memandang Adri dalam…

“Your Welcome, My Best Friend!”

“Sok English ih…”

“Bukan sok english… Emang aku pinter bahasa Inggris kali, Sin…”

“Pinteran si Doni dong daripada kamu…”

“Oh kamu suka sama Doni yah?”

“Ih enggak ah! Kan kata aku masih bagusan bahasa Inggrisnya si Doni daripada kamu… Secara Doni kan the Champion of English Olympiade se-Jakarta…”

“Alhamdulillah kalau kamu ga suka sama Doni…”

“Hah? Kenapa bisa gitu? Kok alhamdulillah aku ga suka sama Doni?”

“Ya gak papa… Berarti ya aku ga punya saingan dong…”

“Serius deh, Dri! Aku ga ngerti deh sumpah kamu ngomong apa…”

Adri menegakkan dudukannya, keadaan berubah hening. Adri menatapku serius.

“Aku serius… Sebenernya… Ada sesuatu yang gak bisa aku tafsirkan sebelumnya… Ada sesuatu yang ga bisa aku terjemahkan sebelumnya… Ada sesuatu, yang aku baru sadar sekarang”

“Apaan itu? Apa yang kamu baru sadari?”

Adri menarik nafasnya dalaaaaam sekali… Membuatku semakin ingin tau ada apa sebenarnya…

“AKU SUKA SAMA KAMU, SINTYA!”

Aku terlonjak. Sekaligus tersentak kaget. Adri yang selama ini menjadi dewa yang mampu buat aku bahagia mengatakan bahwa dia menyukai aku??

“Bercandaan kamu ga lucu deh, Dri!”

“Siapa yang bercanda sih, Sin? Aku emang suka sama kamu… Ternyata kebahagiaan aku waktu denger kamu nolak cinta Ray itu adalah sebatas karena aku suka sama kamu… Yang terlintas selama ini hanyalah gimana kamu bisa ketemu sama Vidi Aldiano, dan bisa jadi hadiah paling indah buat sweet seventeen kamu…”

Aku membuang mukaku ke arah lain… Yang pasti tidak lagi menatap Adri. Aku ga tau harus jawab apa… Ini semua bikin aku bingung…

“Aku gak tau aku harus jawab apa… Aku gak tau, Dri… Maaf aku terlalu bingung untuk hal ini…”

Aku terdiam. Hening diantara aku dengan Adri. Sementara itu Adri terus memandang wajahku… Aku hanya tak tau apa yang harus aku jawab,

“Eehmm, Sintya, maap ya kalau hari ini aku bikin kamu bingung… Tapi sumpah, kalau kamu dan hati kamu masih sayang cuman sama Vidi, aku bisa terima kok. Aku ga mau egois sama perasaan kamu… Kalau kamu nolak, aku bakal terima… It’s ok! Aku mau hidup kita berjalan seperti biasanya, gak ada permusuhan atau sesuatu yang lain meskipun kamu sebenernya tau bahwa aku suka sama kamu dan rasa cinta itu ada…”

Aku berfikir. Berusaha mencari jawaban terbaik untukku. Aku berusaha mengorek sedikit demi sedikit keterangan dari hatiku, apakah aku harus menerima Adri, atau tidak… Aku membuka memori tentang kebersamaan antara aku dan Adri selama ini, apakah itu semua mampu bikin aku bahagia saat bersamanya, atau malah sebaliknya… Aku membuka sedikit demi sedikit kenangan saat kami pertama bertemu… Pertemuan saat Masa Orientasi Siswa. Saat kami bertukar jawaban waktu ulangan dan mengendap-endap agar Pengawas tidak tau, waktu kami berdua dihukum karena kami berdua lupa mengerjakan tugas kelompok, dan saat Adri berusaha membuat hatiku tenang saat aku sedang galau karena Ray, dan yang terakhir, hari ini, saat Adri mempertemukan aku dengan Vidi Aldiano…

“Adri, aku udah dapet jawabannya”

Adri menoleh,

Aku menghela nafas panjang. Kedua mataku memandang lurus tajam menusuk dua bola mata Adri. Aku tersenyum, lagi.

“Setiap sama kamu, pasti aku bakal bahagia… Kamu, adalah orang yang bisa bikin aku jadi gak sedih lagi dan paling bisa bikin aku ngerasain bahagia… Seperti sekarang ini! Kalau setiap aku sama kamu aku bisa bahagia, kenapa enggak untuk selamanya?” Jawabku tak ragu lagi.

“Maksud kamu?”

“Ya! Aku mau kamu jadi boyfriend aku… Dan aku harap, kebersamaan kita justru malah makin bikin aku jadi bahagia terus…”

Adri menatapku tambah tajam. Tajam sekali. Air mukanya berubah menjadi sangat sangat serius.

“Kamu serius?”

“Dua rius boleh kok, Dri!”

Namun tak kusangka dengan spontan tangan-tangan Adri tiba-tiba memelukku erat. Air mata Adri melesat jatuh. Dia tidak cengeng, tapi bahagia… Dan akupun merasakan hal yang sama dengan apa yang dia rasakan… Baru kali ini aku mau menerima cinta dari seorang laki-laki setelah berulang kali aku membuat orang yang menyatakan cinta kepadaku jadi kesal. Selama ini aku selalu menolak cinta laki-laki lain tapi sekarang? Justru Adri yang mampu merobek benteng pertahanan diriku…

“Ya, Sin! Aku janji bakal bikin kamu bahagia untuk selamanya… Aku janji, Sin!” Adri serius meyakinkanku…

Aku dan Adri kembali menatap bintang. Tangan Adri menggenggam tanganku erat. Taman kota ini adalah saksi bagaimana ketulusan Adri yang ingin membuat sweet seventeen ku jadi yang paling berkesan dan bagaimana Adri menyatakan cintaku kepadaku. Bulan malam ini adalah saksi bagaimana aku dan Adri bisa bersatu setelah sekian lama kami hanya tak lebih dari sekedar sahabat saja…

“Hari ini sweet seventeen aku jadi begitu sempurna… Double Special… Ketemu Vidi Aldiano, dan yang terakhir aku bisa menemukan siapa sesungguhnya pendampingku. Apa yang hari ini terjadi, ga bakal bisa aku lupain… Dua puluh sembilan, dua ribu sepuluh…”

--TAMAT—

Twitter : @tyaldiano
Facebook
: http://www.facebook.com/profile.php?id=100000113445274
Email
:
tyaldiano@gmail.com
Blog
:
http://www.yashintyavidi.blogspot.com

Label:




KLIK DISINI UNTUK KOMENTAR !! (0)